Pupuk Organik dan Media Digital: Peluang Riset Fisiologi Tanaman di UNS

Pupuk Organik dan Media Digital: Peluang Riset Fisiologi Tanaman di UNS

Sebagai dosen di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) yang telah lebih dari dua dekade menekuni fisiologi tanaman dan agroforestri, saya menyaksikan perubahan besar dalam dunia pertanian. Penelitian saya tentang pupuk nano-silika untuk kedelai dan sistem agroforestri untuk restorasi lahan menegaskan bahwa inovasi berbasis organik dapat menjadi solusi bagi tantangan pertanian tropis.

Namun, di era digital ini, pendekatan riset tidak lagi terbatas pada laboratorium atau lahan percobaan. Media sosial, khususnya platform seperti TikTok, membuka peluang baru untuk memahami dan menyebarkan ilmu pertanian. Artikel ini akan membahas bagaimana media digital dapat mendukung riset fisiologi tanaman dan pengembangan pupuk organik di UNS.

Media Digital sebagai Cerminan Petani Modern

Petani muda dan mahasiswa Agroteknologi UNS kini memanfaatkan TikTok untuk berbagi pengetahuan pertanian. Video pendek yang menampilkan cara membuat pupuk organik dari limbah sayuran atau menanam tanaman di bawah naungan pohon pinus menjadi populer di kalangan mereka. Format singkat ini memungkinkan penyampaian informasi yang langsung dan praktis, sesuatu yang sulit dicapai oleh metode tradisional seperti seminar atau buku teks. Bagi saya, ini adalah evolusi alami dari cara petani belajar dan beradaptasi dengan teknologi.

Fenomena ini tidak hanya menarik perhatian petani, tetapi juga peneliti. Konten digital tersebut mencerminkan praktik nyata di lapangan, yang bisa menjadi titik awal untuk studi lebih lanjut. Misalnya, melihat bagaimana petani mengolah limbah menjadi pupuk cair dapat menginspirasi eksperimen baru di laboratorium UNS.

Mengintegrasikan Pupuk Organik dengan Data Digital

Penelitian saya pada 2018 tentang nano-silika untuk kedelai menunjukkan bahwa pupuk organik ini meningkatkan ketahanan tanaman terhadap stres biotik, hasil yang telah teruji di lahan marginal UNS. Namun, menerjemahkan temuan ini ke petani membutuhkan pendekatan yang lebih mudah diakses. Video di TikTok yang menunjukkan proses pembuatan nano-silika dari sekam padi atau aplikasinya di lahan menjadi contoh nyata bagaimana ilmu bisa disampaikan secara visual.

Saya pernah menemukan video petani lokal yang mendemonstrasikan penggunaan pupuk organik pada tanaman kacang. Konten semacam itu memungkinkan saya membandingkan teknik mereka dengan data riset, memberikan wawasan baru tanpa harus selalu ke lapangan. Jika diperlukan untuk keperluan analisis lebih lanjut, ada alat seperti VidGap yang memudahkan penyimpanan video tanpa tanda air, meskipun ini hanyalah salah satu cara untuk mendokumentasikan informasi tersebut.

Agroforestri dan Inspirasi dari Lapangan

Studi agroforestri saya pada 2021 membuktikan bahwa kombinasi tanaman keras dan semusim dengan pupuk organik dapat memulihkan lahan kritis di Jawa Tengah. Menariknya, praktik serupa sering muncul di media digital. Petani muda mengunggah video tentang penanaman kopi di bawah pohon sengon atau penggunaan kompos untuk tanaman jagung. Ini adalah bukti bahwa agroforestri tidak hanya hidup di dunia akademik, tetapi juga di tangan praktisi.

Konten ini bisa menjadi sumber inspirasi untuk riset lanjutan di UNS. Dengan mengamati pola penggunaan pupuk atau struktur tanam yang mereka terapkan, saya dapat mengembangkan hipotesis baru untuk proyek bioteknologi pupuk. Media digital menjembatani kesenjangan antara teori dan aplikasi, memperkaya pemahaman kita tentang fisiologi tanaman dalam konteks agroforestri.

Pendidikan yang Berpijak pada Realitas

Di UNS, saya selalu berupaya membuat pendidikan pertanian relevan dengan kebutuhan zaman. Mahasiswa Agroteknologi bisa belajar dari konten digital sebagai studi kasus, misalnya menganalisis pengaruh pupuk organik pada tanaman di video petani, lalu menghubungkannya dengan prinsip fisiologi tanaman. Pendekatan ini mengajak mereka melihat ilmu dalam konteks nyata, sekaligus melatih keterampilan kritis terhadap informasi yang mereka temui.

Namun, tantangannya adalah memastikan keakuratan konten. Banyak video di TikTok yang praktis, tetapi ada pula yang tidak didukung data ilmiah. Oleh karena itu, saya mendorong mahasiswa untuk selalu memverifikasi informasi, baik dari media sosial maupun sumber lain, sebelum menggunakannya dalam riset atau praktik.

Tantangan dan Langkah ke Depan

Mengintegrasikan media digital dalam riset pertanian bukannya tanpa hambatan. Koneksi internet di pedesaan sering tidak stabil, membatasi akses petani ke konten berkualitas. Selain itu, tidak semua informasi di TikTok dapat dipercaya sepenuhnya. Namun, ini bisa menjadi peluang bagi UNS untuk berkontribusi. Mahasiswa dan peneliti bisa membuat konten berbasis riset, seperti langkah pembuatan pupuk organik, untuk dibagikan ke komunitas petani.

Pada konferensi BIO Web 2025, saya mempresentasikan peran agroforestri dalam meningkatkan produktivitas lahan tropis. Konten digital yang relevan bisa menjadi pelengkap visual untuk temuan saya, menunjukkan bagaimana petani menerapkan konsep yang saya kembangkan.

Penutup: Menuju Pertanian yang Adaptif

Media digital seperti TikTok membuka peluang baru untuk riset fisiologi tanaman dan pupuk organik di UNS. Konten petani di platform ini menjadi sumber inspirasi dan data tambahan, memperkuat hubungan antara ilmu dan praktik. Bagi saya, ini adalah langkah menuju pertanian tropis yang lebih adaptif dan berkelanjutan. Mari kita manfaatkan apa yang ada di sekitar kita—baik teknologi maupun pengetahuan petani—untuk membangun masa depan pertanian yang lebih baik.